Ujian Nasional Bentuk mobilitas sosial yang paling jelas dalam kependudukan jepang di indonesia adalah

Bentuk mobilitas sosial yang paling jelas dalam kependudukan jepang di indonesia adalah

1. Pembentukan Gerakan Tiga A, Poetera, dan Jawa Hokokai

a. Gerakan Tiga A

Dengan nama Gerakan Tiga

A tersebut merupakan singkatan dari

semboyan propaganda Jepang, yaitu

Nippon Cahaya Asia, Nippon

Pelindung Asia, Nippon Pemimpin

Asia. Mr. Samsuddin sebagai

ketuanya.

Gerakan Tiga A hanya

berumur beberapa bulan saja.

Pemerintaha pendudukan Jepang

menganggap bahwa Gerakan Tiga A

tidak cukup efektif dalam usahanya

mengerahkan bangsa Indonesia.

Oleh karena itu, pada bulan Desember 1942, telah direncanakan untuk

membentuk organisasi baru. Organisasi baru itu dipimpin oleh tokoh-tokoh

pergerakan nasional yang lebih dikenal luas di kalangan rakyat Indonesia. Tokoh-

tokoh tersebut dikenal sebagai tokoh Empat Serangkai, yaitu Ir. Soekarno, Drs.

Moh. Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan K.H. Mas Mansur.

b. Poetera

Pada tanggal 1 Maret 1942, ia mengumumkan lahirnya gerakan baru yang

bernama Poesat Tenaga Rakyat yang disingkat Poetera. Tujuannya untuk

membangun dan menghidupkan segala sesuatu yang telah dirobohkan oleh

imprelialisme Belanda.

Bagi Jepang, tujuan pembentukan Poetera adalah untuk memusatkan segala

potensi masyarakat Indonesia dalam rangka membantu usaha perangnya. Sebelas

macam yang ahrus dilakukan, sebagaimana yang tercantum dalam peraturan dasarnya.

Diantaranya yang terpenting adalah :

1. Tugas untuk memengaruhi rakyat supaya kuat rasa tanggung jawabnya untuk

menghapuskan pengaruh Amerika, Inggris dan Belanda

2. Mengambil bagian dalam mempertahankan Asia Raya

3. Memperkuat rasa persaudaraan antara Indonesia dan Jepang

4. Mengintensifkan pelajaran-pelajaran bahasa Jepang serta

5. Tugas dalam bidang sosial-ekonomi

Pemimpin tertinggi Poetera adalah Ir. Soekarno, dibantu oleh Drs. Moh.

Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan K.H. Mas Mansur.

c. Jawa Hokokai

Pada tahun 1944, Panglima Tentara Keenambelas, Jenderal Kumakici

Harada, menyatakan berdirinya organisasi Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian

Jawa). Pimpinan Jawa Hokokai pada tingkat pusat dipegang langsung oleh

Gunseikan.

Kegiatan-kegiatan Jawa Hokokai sebagaimana digariskan dalam peraturan

dasarnya adalah sebagai berikut.

1. Melaksanakan segala sesuatu dengan nyata dan ikhlas untuk menyumbangkan

segenap tenaga kepada pemerintah Jepang.

2. Memimpin rakyat untuk menyumbangkan segenap tenaga berdasarkan semangat

persaudaraan antar segala bangsa

3. Memperkokoh pembelaan tanah air.

Anggota Jawa Hokokai minimal berusia 14 tahun, bangsa Jepang atau

bangsa Indonesia, dan pegawai negeri atau kelompok profesi. Jawa Hokokai

merupakan organisasi sentral yang anggota-anggotanya terdiri dari bermacam-macam

Hokokai sesuai dengan bidang profesinya. Guru-guru bergabung dalam wadah Kyoiku

Hokokai (Kebaktian Para Pendidik) dan para dokter bergabung dalam wadah Izi

Hokokai (Kebaktian Para Dokter).

Selain itu, Jawa Hokokai juga mempunyai anggota-anggota istimewa yang

terdiri atas Eujinkai (Organisasi Wanita), Keimin Bunka Shidosho (Pusat

Kebudayaan), Boei Engokai (Tata Usaha Pembantu Prajurit Peta dan Heiho) serta

hokokai perusahaan.

2. Kerja Sama Kaum Nasionalis Islam

Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) yang pernah didirikan di Surabaya tahun

1937 pada zaman Hindia Belanda oleh KH. Mas Mansur dan kawan-kawan.

Pada bulan Oktober 1943 secara resmi MIAI dibubarkan dan diganti dengan

organisasi baru yaitu Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) yang disahkan oleh

Gunseikan pada tanggal 22 November 1943. Masyumi di pimpin oleh Ketua Pengurus

Besar K.H. Hasyim Asy’ari dengan wakilnya dari Muhammadiyah adalah K.H. Mas

Mansur, K.H. Farid Ma’ruf, K.H Mukti, K.H. Hasyim dan Kartosudarmo, sedangkan

wakil dari NU adalah K.H Nachrowi, Zainul Arifin dan K.H Mochtar.

maaf klo slh...

[answer.2.content]